UPAYA HUKUM PIDANA VS UPAYA HUKUM KEPAILITAN TERHADAP GAGAL BAYAR

PENGERTIAN UPAYA HUKUM

Pengertian upaya hukum menurut Pasal 1 butir 12 KUHAP,sebagai berikut “ upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan peninjauan Kembali dalam hal serta menurut cara diatur dalam undang- undang ini

Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim

UPAYA HUKUM BIASA
Upaya hukum biasa terdiri dari : banding, kasasi dan verzet.

  1. BANDING
    Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas,lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
  1. KASASI

Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadian lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan Kasasi kepada mahkamah agung kecuali terhadap putusan bebas (Pasal 244 KUHAP).

  1. Verzet
    Verzet merupakan salah satu upaya  biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.

UPAYA HUKUM LUAR BIASA

Upaya hukum luar biasa terdiri dari : Kasasi demi kepentingan hukum , Peninjauan Kembali

  • KASASI DEMI KEPENTINGAN UMUM
    1. Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada mahakamah agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh jaksa agung.
    2. Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan ( pasal 259 KUHAP).

PENINJAUAN KEMBALI

  1. Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada mahkamah agung .
  2. Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar :

– Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas  atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut hukum tidak dapat diterima  atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

– Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu.

– Ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain , apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

UPAYA HUKUM KEPAILITAN TERHADAP GAGAL BAYAR

Proses pemungutan suara terhadap rencana perdamaian sesuai diatur dalam ketentuan Pasal 281 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan). Perdamaian menjadi sah dan mengikat setelah disahkan oleh Pengadilan (Pasal 286 UU Kepailitan) dan terhadap pengesahan tersebut tidak diajukan kasasi atau diajukan kasasi namun ditolak (Pasal 288 jo. Pasal 285 ayat (4)).

Setelah perdamaian disahkan dan telah berkekuatan hukum tetap, maka debitur wajib melaksanakan isi perdamaian tersebut. Jika kemudian ternyata debitur tidak melaksanakan isi perdamaian atau melaksanakan namun tidak sesuai dengan isi perdamaian, misal debitur hanya melaksanakan pembayaran kepada beberapa kreditur saja atau dengan kata lain debitur lalai, kreditur yang tidak menerima pembayaran sesuai dengan jadwal pembayaran dalam perdamaian tersebut dapat mengajukan upaya hukum pembatalan perdamaian, hal ini diatur dalam Pasal 291 jo. Pasal 170 dan Pasal 171 UU Kepailitan.

Dalam Pasal 170 ayat (1) menyatakan, “Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila Debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut, Sedangkan ayat (2) menyatakan, Debitor wajib membuktikan bahwa perdamaian telah dipenuhi

Pailit sebagaimna tercermin dalam pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor .37 tahun 2004 adalah suatu keadaan dimana debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dan dinyatkan pailit dengan putusan pengadilan. Dalam putusan pengadilan tentunya ada pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan putusan pengadilan terutama pada pihak yang kalah sehingga ada peluang upaya hukum. Dalam Undang-undang Kepailitan terdapat dua kemungkinan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak yang tidak puas terhadap putusan pernyataan pailit, yaitu upaya KASASI atau peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. (pasal 11 ayat (1), pasal 14, pasa 295 ayat (1) UU No.37/2004)

UPAYA HUKUM

Upaya hukum merupakan sarana yang diberikan oleh pengadilan bagai para pihak yang tidak puas terhadap putusan pengadilan niaga.

Dalam hukum kepailitan  dikenal ada dua macam upaya hukum tersebut. Hanya saja dengan berlakunya Undang-undang no. 4 tahun 1998  lembaga upaya hukum BANDING ditiadakan. Sehingga upaya hukum biasa dalam UU Kepailitan hanya satu tingkatan saja, yaitu upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (pasal 11 ayat (1) UU no. 37 tahun 2004

Proses upaya hukum BANDING ditiadakan karena  dalam proses kepailitan  yang menyangkut harta kekayaan, diperlukan proses hukum yang cepat

Para Kreditor dapat melakukan upaya hukum KASASI apabila Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh wakutu.

Terhadap perdamaian UU Kepailitan juga memberikan kesempatan  bagai para pihak untuk mengajukan upaya hukum. Upaya hukum tersebut adalah KASASI, dalam hal   jika pengesahan perdamaian ditolak oleh Pengadilan, Kreditor yang menyetujui rencana perdamaian dan Debitor Pailit dapat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dalam waktu 8 hari setelah tanggal putusan Pengadilan diucapkan sebagaimana ketentuan Pasal 160 UU No. 37 tahun 2004.

  • Kasasi diselenggarakan sesuai Pasal 11 s/d 13 Undang-Undang 37/2004.
  • Permohonan Kasasi diajukan paling lambat 8 hari setelah tanggal putusan yang dimohon Kasasi diucapkan melalui Panitera Pengadilan bersangkutan.

– Panitera mendaftarkan permohonan Kasasi pada tanggal permohonan diajukan dan pada tanggal tersebut Pemohon Kasasi harus mengajukan Memori Kasasi.

– Selanjutnya Permohonan dan Memori Kasasi oleh Panitera dikirim kepada Termohon Kasasi paling lambat 2 hari setelah Permohonan Kasasi didaftarkan.

– Termohon Kasasi wajib menyampaikan Kontra Memori Kasasi melalui Panitera paling lambat 7 hari setelah tanggal Termohon Kasasi menerima Memori Kasasi.

– Dan Panitera mengirim Kontra Memori Kasasi kepada Pemohon Kasasi paling lambat 2 hari setelah menerima Kontra Memori Kasasi

– Panitera wajib mengirim kepada Mahkamah Agung, paling lambat 14 hari setelah tanggal Permohonan Kasasi didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan, berkas perkara, Permohonan Kasasi, Memori Kasasi dan Kontra Memori Kasasi.

  • Pemeriksaan atas permohonan kasasi  pada Mahkamah Agung  dilakukan oleh Majelis  Hakim yang khusus dibentuk untuk  memeriksa  dan memutuskan perkara  yang menjadi lingkup  kewenangan Pengadilan Niaga. Sehingga dalam Mahkamah Agung ada suatu diferensial  tersendiri yang khusus dibentuk untuk menangani perkara.
  • Permohonan kasasi tidak hanya  diajukan oleh pihak  yang berperkara, namun  dapat juga diajukan  oleh pihak kreditor yang bukan merupakan pihak  pada persidangan pertama  yang tidak puas atas putusan Pengadilan Niaga (Pasal 11 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004)

Demikian Upaya hukum KASASI yang harus di lakukan apabila Debitor tidak melakukan kewajiban pembayaran utang yang telah jatuh waktu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *